Usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke wilayah lain Indonesia telah diwacanakan dan didiskusikan sejak kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden SBY mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta.
Upaya pemindahan ibu kota Indonesia kembali dimulai pada 2019 pada masa kepresidenan Joko Widodo. Melalui rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa. Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pada 26 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa ibu kota baru akan dibangun di wilayah administratif Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Empat Alasan
Presiden Joko Widodo, beralasan wilayah di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara kecilnya risiko bencana alam dan, lokasi yang “ada di tengah-tengah Indonesia.”, lokasi baru tersebut juga dekat dengan Balikpapan dan Samarinda yang sudah berkembang dan infrastrukturnya yang relatif sudah lengkap. Serta kesiapan 180 hektare tanah yang telah dikuasai pemerintah. Pembangunan akan dimulai pada 2020, dan pemindahan akan dilakukan bertahap dimulai dari 2024.
“Berdasarkan riset tiga tahun. Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertanegara Provinsi Kalimantan Timur,” kata Jokowi di Istana, akhir Agustus lalu. Alasan pertama Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kertanegara risiko bencana minimal, baik banjir, gempa, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor. Kedua,, lokasi strategis, ada di tengah-tengah Indonesia.
“Secara geografis, jarak rata-rata Kalimantan Timur ke seluruh Provinsi di Indonesia memang cukup pendek, yakni 893 km. Ketiga, lokasi baru ini dekat dengan kota yang sudah berkembang. Keempat, infrastruktur yang relatif lengkap.Dan terakhir di dua tempat itu tersedia lahan yang sudah dikuasai pemerintah, seluas 180 hektare,” urai Jokowi.
Ir. Gunadi Wwidjaja, Formasi Four Golden Dragon
Menurut Pakar Fengshui dan Astrologi , Ir Gunadi Wwidjaja, pemilihan Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara, sudah sangat bagus. “Istana Negara harus menghadap tenggara ke sungai atau laut, atau ini disebut Four Golden Dragon yang artinya akan membawa keberuntungan dan kemakmuran bagi Indonesia. Karena salah hadap akan membuat runyam masalah. Karena itu istana harus bersandar ke gunung dan melihat laut atau sungai. Dan ini perlu perhitungan secara detail lagi,” buka Gunadi.
Formasi empat naga emas ini memang harus dicari dan ditentukan, barulah istana bisa dibangun. Karena setiap daerah pasti memiliki titik baik dan buruk. Karena itu rancangan ibukota ini harus dilakukan secara benar, teliti dan detail.
“Itulah perlunya perhitungan fengshui. Karena kita tidak pernah tau potensi suatu daerah sebelum kita hitung. Karena pembangunan secara serampangan dampak akan langsung menghantam pada orang-orang yang hidup, diam, beraktifitas di dalam daerah tersebut,” papar Gunadi.
Karena dengan pengambaran dan perhitungan secara detail ini akan mengurangi keburukan dari arah hadap istana akan meminimalisir keburukan bagi presiden dan secara umum bagi rakyat Indonesia. Karena pada dasarnya Fengshui adalah sarana menetralisir keburukan atau ciswak.
”Fengshui sudah meruwat secara alam, tapi kalau mau tanahnya di ruwat kembali dengan ilmu leluhur kita ya silahkan, di ruwat di titik titik tertentu sesuai dengan ajaran dan ilmu masing masing,” terang Gunadi.
Arah Tenggara
Apalagi, lanjut Gunadi, Istana Negara kan belum dibangun, maka inilah kesempatan bagi presiden untuk menentukan arah hadap istana Negara. “Saya menyarankan arah hadap istana adalah tenggara. Mengapa demikian? Karena diposisi itu Indonesia akan mendapatkan formasi Four Golden Dragon. Ibaratnya, nanti Bangsa Indonesia akan di backup oleh kekuatan empat raja penguasa alam. Saya rasa semua orang ingin mendapatkan keberkahan dalam menjalani kehidupan,” ungkap Gunadi.
Namun bila hadap tenggara tidak memungkinkan, Gunadi mengusulkan bisa juga ambil hadap selatan dan timur. Namun langkah ini hanyalah alternatif saja, sebab istana Negara ini akan dipakai dalam waktu yang lama. Jika sudah diketahui arah hadap tenggara sebagai arah hadap ideal, dan istana itu belum dibangun, maka arah hadap istana harusnya ke Tenggara.
“jadi kalau ada pilihan ideal, sebaiknya kita tidak mencari pilihan alternatif. Langkah alternative diambil bila sudah tidak ada pilihan atau menyesuaikan kesalahan atas pilihan sebelumnya. Lah inikan kita belum bikin kesalahan, karenanya jangan berpikir langkah alternative dulu,” tegas Gunadi.
Gunadi juga menegaskan jika, ibukota Negara Indonesia dipindahkan, bangsa Indonesia akan mengalami zaman-zaman kebangkitan dan kejayaan.
“ Tahun 2030-2050 Indonesia akan jadi mercusuar kemajuan dan kemakmuran dunia. Dengan mengambil Kalimantan sebagai titik tengah dari Negara ini maka, unsur tanah ibukota ini akan terpenuhi. Sebab unsur tanah adalah sokoguru atau pondasi bangsa Indonesia,” pungkas Gunadi.
Ki Joko Kendil –Spiritualis : Libatkan Lima Tokoh Untuk Satukan Visi dan Misi
Spiritualis asal Kota Depok, Ki Joko Kendil mengatakan sangat menyayangkan pemindahan ibu kota di luar pulau Jawa. Selain memang membutuhkan materi yang sangat besar, juga dari sisi kultur leluhur, Pulau Jawa merupakan tempat ruh leluhur atau ruh energy bersemayam, jadi sangat bagus untuk ibukota Negara Indonesia.
Namun secara spiritual, dua daerah di Kalimantan Timur tetap bisa menjadi ibukota bila sudah dilakukan serangkaian ritual tingkat tinggi agar ibu kota yang baru ini menjadi lebih baik. Seperti dengan ruwat seperti yang sudah banyak dijabarkan dalam primbon jawa kakawin aksoro batoro yakni cikal bakal yang terlihat sesuatu tulisan yang tersirat jagad. “Harus dilakukan perimbangan energi antara Pulau Jawa dengan Kalimantan Timur dengan ruwat buminya untuk menyatukan. Ya mudah- mudahan leluhurnya akan menyatu,”ujar Ki Joko Kendil.
Ia juga menerangkan bahwa segala sesuatu yang bagus bila pindah ke tempat lain yang dianggapnya akan menjadi baik maka belum tentu akan baik hasilnya. Ki Joko mencontohkan, dalam suatu rumah yang tidak bisa menampung keluarganya dan merekapun pindah ke salah satu tempat untuk membangun rumah yang dianggapnya akan menjadi lebih baik. “Belum tentu ini akan menjadi indah disana bahkan akan menjadi malapetaka buat keluarga tersebut,”ungkapnya.
Seperti apa yang dikatakan dalam Jangka Jayabaya “Ojo nggege mongso, durung titiwancine” artinya jangan memaksakan kehedak,karena belum waktunya, sempurnakanlah yang sudah ada, jangan mencari kesempurnaan, karena kesempurnaann milik Allah SWT.
“Jadi kita harus benahi dulu dengan masalah yang saat ini terjadi bila masalahnya sudah selesai barulah bicarakan selanjutnya,”ungkap Sesepuh FKPPAI Depok ini.
Namun Ki Joko menyarankan sebaiknya sebelum menentukan ibu kota haruslah dimusyawarahkan terlebih dahulu yang mengikutsertakan 5 Tokoh yakni tokoh agama, tokoh sejarawan, tokoh Budayawan, tokoh spiritual dan tokoh ilmuwan. Ini semua merupkan kuncinya, karena ada 5 unsur dan dari Pancasila sendiri sudah menyangkut semuanya. Dengan ini ada titik temunya dari perbedaan perbedaan menjadikan suatu persamaan dengan visi dan misinya.
“Bila tidak dilakukan alam akan berbicara dan manusia sendiri bergejolak dan akan banyak bencana dengan manusia yang berbuat ulah, sehingga menimbulkan banyak masalah bagi pemerintahan sekarang ini,”terangnya.
Ki Joko juga megutarakan dalam hal spiritual sangatlah penting selain 4 unsur tokoh tersebut, karena menurutnya untuk menyesuaikan alam yang saat ini bergejolak. “Karena spiritual itu memberikan spirit dan semangat, dan spiritual ini tidak bisa dilakukan dengan secara ilmuwan tapi ini saling mendukung untuk hasil yang lebih baik,”pungkas Ki Joko Kendil.Fah/Wis