Pemberhentian Wakil Rektor I Usakti Prof.Dr.Yuswar Zainul Basri Ak.MBA lewat keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), kini memasuki babak baru. Putusan Kasasi Mahkamah Agung No.60/K/TUN/2019 tertanggal 11 Februari 2019 ini, dinilai Gugum Ridho Putra, SH,MH, dari Firma Hukum Ihza & Ihza Law Firm, sebagai sebuah kekeliruan yang sangat mendasar.
Selaku kuasa Yuswar Zainul, meminta Peninjauan Kembali (PK). Gugum Ridho Putra, SH,MH menegaskan, putusan Kasasi Mahkamah Agung itu mengandung kekeliruan yang sangat mendasar sehingga mengabaikan fakta hukum. “Kami melihat hal ini sebagai preseden buruk hadirnya intervensi Menteri dalam sebuah Otonomi Pendidikan Tinggi Swasta,” ujar Gugum kepada sejumlah awak media di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/8/2019).
Seperti diketahui, tanggal 21 Februari 2019, Mahkamah Agung telah menerbitkan Putusan Kasasi No. 60/K/TUN/2019 yang amar putusannya mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti). Ada 4 point yang disampaikan oleh Gugum menanggapi putusan tersebut.
“Atas terbitnya putusan tersebut Kami memberikan tanggapan, bahwa pada dua tingkat pengadilan sebelumnya, baik PTUN dan maupun PT.TUN telah menegaskan Keputusan Menristekdikti yang memberhentikan Prof Yuswar (wakil Rektor I Usakti) adalah batal/tidak sah karena terdapat kecacatan dari segi prosedur penerbitan dan melanggar asas kecermatan. Kecacatan itu terbukti dari fakta tidak dilibatkannya Senat Universitas dalam menerbitkan keputusan tersebut,” jelas Gugum.
Menurut Gugum, sebagai Universitas yang berstatus swasta, Statuta Universitas Trisakti adalah Hukum Internal yang mengatur kehidupan kampus dan keberlakuannya dilindungi di bawah Otonomi Pendidikan Tinggi. Keterlibatan Senat dalam pengambilan keputusan-keputusan panting termasuk pemberhentian Wakil Rektor diwajibkan oleh Statuta Universitas. Hal ini sudah lazim diketahui, bahkan ketika mengirimkan wakil pemerintah menjadi Pjs Rektor Usakti, Menristekdikti juga mengikutkan keterlibatan Senat Universitas.
“Bahwa terbitnya putusan kasasi ini memang telah menganulir putusan pada dua tingkat pengadilan sebelumnya (PTUN dan PTTUN) sehingga kembali menghidupkan keberlakukan dari keputusan pemberhentian itu. Akan tetapi, pertimbangan putusan kasasi tersebut juga mengandung hal-hal yang secara hukum tidak tepat. Majelis Kasasi telah mempertimbangkan fakta hukum (bukti dan keterangan saksi) yang sebetulnya melebihi wewenang dari Majelis Hakim Tingkat Kasasi yang hanya sekedar mempertimbangkan aspek penerapan hukum saja,” papar Gugum.
Lebih lanjut Gugum menyampaikan, selain mempertimbangkan hal yang di luar kewenangan, substansi fakta hukum yang dipertimbangkan Majelis Tingkat Kasasi juga tidak tepat. Ruang lingkup kesepakatan yang dijadikan pertimbangan oleh majelis tingkat kasasi tidaklah seperti fakta yang tertuang dalam bukti surat yang telah diajukan. Pertimbangan yang tidak tepat itu pada akhimya telah menggiring Majelis Tingkat Kasasi keliru dalam memutuskan persoalan ini.
“Atas dasar hal-hal sebagaimana diuraikan di atas, kami memandang putusan Kasasi Mahkamah Agung telah mengandung kekeliruan yang sangat mendasar sehingga mengabaikan fakta hukum yang sebenamya terjadi,”pungkasnya.Fah/Wis