Bagi masayarakat Dayak Kalimantan Tengah upacara Tiwah rangkain momen yang utamanya adalah membongkar/mengambil tulang di tanah peristirahatannya bagi orang yang akan di Tiwahkan. Sebelum pembokaran kuburan nya tersebut diawali dengan pembacaan do’a ataupun mantera yang dilakukan oleh Basir/kepala adat.
Basir pun menaburkan beras yang sudah dicampurkan darah hewan dipercaya agar mahluk halus yang ada disekitarnya tidak mengganggunya. Basirpun memapas dengan daun sawang guna membersihkan mahluk-mahluk haus yang ada disekitarnya agar acara berjalan lancar. Agar dirinya (Basir) juga terjaga dari mahluk halus ia melakukan ritual dengan mandaunya diletakkan di leher, mulut dan juga kepala, sebagai symbol bahwa dirinya sekuat besi yang tidak bisa diganggu oleh mahluk lain. Ia pun menorehkan Mandau tersebut demgan menggariskan kotak dengan tujuan tulang belulang yang akan diambil tidaklah berhamburan.
Sebelum penggalian kubur Basirpun membentangkan kain hitam diatas kubur lalu dilanjutkan penggalian kubur oleh nya yang dilanjutkan oleh ahli waris dan sanak saudaranya. Setelah terlihat tulang belulang nya diletakkan katip yang terbuat dari bamboo pada bagian- bagian tubuhnya sebagai symbol menjaga agar tidak langsung mengambil tulangnya secara langsung dan bisa mengakibatkan tertulah. Setelah terkumpul tulang-tulang tersebut barulah dilakukan pembersihan dan penyucian yang kemudian dilakukan pemebrian minyak wangi dan uang.
Baca mainstream.id : 4 Zodiak Ini Ogah CLBK Sama Mantan
“Ini mengingatkan agar anak cucu nya sewangi parfum ini sedangkan uang sebagai pembekalan di alam sana,”tandas Basir.
Tulang yang sudah dibersihkan kemudian tidaklah langsung diletakkan/dimasukkan ke Sandung melainkan disuatu tempat yang dianggap aman dan terjaga sesuai dengan kesepakatan keluarga. Tak hanya itu untuk memindahkan tulang ke Sandung juga haruslah melalui prosedur dan jadwal yang ditentukan dan harus melalui rangkaian Tabuh 1, 2 dan 3 terlebih dahulu.
“Kemarin kurang lebih hampir seminggu baru di pindahkan ke Sandung. Semestinya diletakkan didekat Sandung namun kesepakatan keluarga tidak disana melainkan dekat rumah, ditakutkan terjadi hal-hal yang tidak dinginkan,”ujar Nyai Dewi spiritualis asal Palangkaraya yang merupakan salah satu ahli warisnya ini.
Pada waktunya tiba untuk memasukkan tulang ke Sandung dilakukan juga ritual khusus yang dipimpin oleh Basir. Ketiga Basir itu juga dengan menabuh gendrang nya membacakan atau mereplay kembali perjalanan hidup orang yang di Tiwahkan dalam bahasa Sangiang. Tak hanya itu, Basir juga memberitahukan yang bersangkutan bahwa kami (Basir) akan memasukkan ke Sandung dengan harapan anak cucu nya yang ditinggalkan akan menjadi lebih baik dalam kehidupannya.
“Artinya disanjung-sanjung dululah dan juga diberikan pesan kalau sudah di surge agar berdo’a untuk keluarga yang ditinggal, karena keluarga sudah menghantarkan ke Lewu Tatau (Surga), setelah itu barulah dimasukkan ke Sandung dan bila sudah dimasukkan ke Sandung tidak boleh dibuak-buka lagi, pamali ibaratnya,” paparnya.
Baca mainstream.id : Tingkatkan Kekuatan Pikiran, Lakukan Latihan Ini
Nyai Dewi juga mengaku sebulan sebelum upacara Tiwah ini, ia dan keluarga besarnya melakukan pantangan-pantangan atau pali yang harus dijalankan selama sebulan penuh. Adapun pali atau larangan-larangan itu adalah makan rusa – dilarang makan rusa, makan kijang, makan kancil/pelanduk, makan kelep dan kura-kura, makan kera, makan beruk, makan buhis, makan kalawet, makan burung tingang / burung enggang, makan burung tanjaku, makan ahom, makan mahar, makan ular, makan tahatung, makan angkes, makan buah rimbang, makan daun keladi, makan ujau dan makan daun bajai.
Selain larangan menyantap beberapa jenis binatang dan tumbuh-tumbuhan, juga ada pali berkelahi dalam keluarga besarnya.
“Kalau terjadi perkelahian maka yang berkelahi wajib membayar denda kepada Bakas Tiwah Jipen ije dan kewajiban potong babi, darah babi digunakan untuk menyaki mereka yang berkelahi,”pungkas Nyai Dewi.Fah