‘Saatnya Bangkit Bersama’ Gerakkan Ekosistem Musik dan Film Di Pandemi Covid 19

Edi Irawan, Kepala Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru Kemendikbud RI. (Foto :Fah)

Komunitas Pewarta Hiburan Indonesia (KOPHI) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggelar diskusi daring bertema ‘Saatnya Bangkit Bersama’, pelaku industri kreatif di Indonesia, khususnya di bidang musik dan film pada Rabu (2/9/2020).

Melalui diskusi daring tersebut diharapkan bisa memetakan ragam persoalan dan tantangan yang ditimbulkan dari krisis pandemi Covid-19 ini. Mencari solusi secara bersama atas persoalan yang muncul. Dan menyiapkan strategi jangka pendek dan panjang secara bersama untuk melakukan upaya recovery atas krisis yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19.

Edi Irawan, Kepala Kelompok Kerja Apresiasi dan Literasi Musik Direktorat Perfilman Musik dan Media Baru Kemendikbud RI, mengatakan, ada Undang-undang No 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan untuk memajukan kebudayaan, khususnya musik.

“Kita ingin menggerakkan ekosistem musik. Industri musik harus dimajukan meski direktoratnya masih sangat baru,” kata Edi Irawan.

“Beragam agenda sudah, sedang dan akan dilakukan Kemendikbud RI supaya musik dan film Indonesia tetap eksis meski ada pandemi Covid-19,” tambah Edi.

Harry Koko Santoso, promotor musik . (Foto : Fah)

Harry Koko Santoso, promotor musik ternama, menyatakan, saat Pandemi Covid 19 ini, ada banyak musisi yang bisa menggelar konser streaming di media sosial.

Namun, Harry Koko Santoso melihat, tidak banyak musisi yang bisa melakukannya dengan menghadirkan nilai komersial.

“Ada beberapa grup musik yang melakukan konser live streaming selama pandemi. Ini bentuk kreatifitas yang harus didukung, tapi masih jauh dari harapan agar musisi kita dapat menghasilkan nilai komersial,” terang Harry.

BACA JUGA:  Suport Dian Piesesha Untuk Paul Pondaag, Penerus Sang Legenda Pance Pondaag

Sementara menurut Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Candra Darusman, ada tiga kelompok musisi berdasarkan survei yang dilakukan FESMI terhadap 1.400 responden di 22 provinsi di Indonesia, yakni mapan, pas-pasan dan rentan.

“Survei FESMI menyatakan, dari 1.400 responden itu terlihat sebanyak 34,3 persen musisi adalah yang bekerja di hotel dan kafe, pengiring musik profesional ada 12,9 persen, hingga pengajar sebanyak 10,8 persen,” urai Candra.

Ketua Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI), Candra Darusman. (Foto : Fah)

Sementara artis rekaman tercatat ada 7,1 persen dan digital content creator itu sebanyak 3 persen. Dari rata-rata penghasilan musisi juga beragam. Penghasilan terbanyak mulai Rp 3,1 juta hingga 5juta yakni sebanyak 24,6 persen, Rp 1,1 juta sampai 3juta (19,1 persen) dan Rp 5,1 hingga Rp 7 juta (18,2 persen), Rp 7,1 hingga Rp 10 juta (12,3 persen) serta Rp 100.000 sampai 1juta (10,7 persen).

Sementara musisi yang berpenghasilan Rp 10,1 juta sampai Rp 15 juta (8,9 persen) dan Rp 15,1 sampai Rp 20 juta hanya 3,5 persen.

“Sejauh ini FESMI sudah menyalurkan Rp 600 juta ke para musisi, terutama kelompok rentan tadi dan pemberian bantuan ini masih berlanjut sampai sekarang,” ungkap Candra.

Candra Darusman menambahkan, konser virtual sebenarnya tidak bisa menggantikan konser reguler. Tetapi apa boleh buat karena saat ini hanya bisa disuguhkan konser-konser virtual.

“Kita harus membiasakan diri sambil terus berdoa supaya pandemi ini bisa segera berakhir dan bisa nonton konser off air kembali,” pungkas Candra.Fah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *