Batik sudah menjadi kekayaan Nusantara sejak ratusan tahun silam. Setiap daerah punya kekhasan dan keunikan dalam membuat, mengkreasi dan mempopulerkan produk asli daerah mereka. Akan hal dengan batik minang, dengan gaya pembuatan batik tulis, batik di Minang dan Sumatera pesisir juga mengalami perkembangan.
“Kita tidak punya songket dan tenun. Maka Masyarakat di Pesisir Selatan mengembangkan batik Minang khususnya batik Pasisia. Yakni seni batik yang digali dari unsur-unsur budaya dan kearifan lokal masyarakat Pesisir Selatan. Sudah ada lima belas kecamatann di daerah kami yang mengembangkan batik ini,” jelas Lisda Hendrajoni di acara Indocraft 2019, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10).
Atas upaya giatnya, Lisda bersama beberapa wanita hebat lainnya diganjar penghargaan sebagai “ Bunda Etnik Indonesia” oleh Komunitas Disainer Etnik Indonesia (KDEI). Pada pameran Indocraft 2019 ini dengan gelaran fashion shownya bersama (KDEI), Lisda menampilkan produksi batik dari tiga kecamatan.
“Dari tiga kecamatan yang terpilih dari lima belas kecamatan yang paling siap dengan produk batik yang terbaik,” tandas wanita yang pernah menerima penghargaan sebagai Tokoh Wanita Inspiratif Sumatera Barat ini
Menurut Lisda yang kini menjadi Anggota DPR RI, batik Pasisia ini dari tiga kecamatan sudah tembus level nasional hingga internasional. “Seperti Limpo yang kami bawa ke pameran di Brazil dan Yordania. Dan menang menjadi juara satu untuk desain batik. Batik Pasisia berhasil menjadi juara umum. Yang membanggakan justru kita berhasil mengungguli batik yang di hasilkan Pulau Jawa,” bangga Istri Bupati Pesisir Selatan ini.
Menariknya lagi, batik Pasisia ini juga di ilhami oleh berbagai hal, seperti rumah Mande Rubiah. Sedangkan unsur batiknya diambil dari iluminasi kitab-kitab kuno.
“Bahkan batik ini bertemakan sejarah ini juga sudah diteliti oleh para peneliti dari Univeristas Andalas Padang. Dan pameran Indocraft ini akan membuka kesempatan bagi para perajin untuk lebih berinovasi dan tentu saja berkarya dan terus berkarya. Karena tiap nagari atau desa di Minang memiliki kekhasan dan ciri batiknya masing-masing. Bayangkan saja jika mereka semua sudah berproduksi, pasti kekayaan ragam corak batik Pasisia akan semakin kaya,” harap pelantun lagu Selamat Tinggal Kekasih, Bila Ajal Tiba dan Seribu Puji Cinta ini.
Dengan mengangkat tema Gunjantino, yakni Gunung Jantan Betino, belasan model pakaian yang diperagakan sangat menarik minat pengunjung
“Gunjantino ini adalah sebuah lokasi wisata di Pesisir Selatan yang mitosnya adalah pasangan yang saling mencinta. Sekaligus tempat ini adalah icon daerah dengan jembatan akarnya. Kita juga menggunakan pewarna alami untuk produk batik kami, Baik dari kulit jengkol atau gambir serta adanya gambaran rumah Minang atau rangkiang. Ini yang membedakan batik kami dengan batik lain di Nusantara ini,” bangga Lisda.Fah