Molornya penyelesaian RUU SDA itu karena kesibukan anggota DPR RI dalam menghadapi Pemilu. Dalam pembahasan RUU SDA sampai Desember 2018 sudah memasuki tahap sinkronisasi. Semula DPR dan Pemerintah memang telah menyepakati untuk menyelesaikan pembahasannya pada Januari 2019. Namun dengan kesibukan para anggota DPR di daerah pemilihannya masing-masing dalam Pemilu 2019, membuat pembahasan RUU SDA menjadi molor.
Demkian hal itu dikatakan Anggota Komisi V DPR RI Intan Fitriana Fauzi pada acara diskusi “Dialektika: RUU SDA Pro-Rakyat atau Pro-Bisnis” di Gedung MPR/DPR/DPD beberapa waktu lalu.
Sementara Prof. Hendarmawan, Guru Besar bidang Ilmu Hidrogeologi Vulkanik Fakultas Teknik Geologi yang juga Dekan Fakultas Teknik Geologi Unpad mengatakan, RUU SDA ini sangat ditunggu masyarakat.
“Utamanya para pelaku industri air kemasan. Betapa Undang-Undang ini ditunggu,”tegas Herdarmawan.
Dia juga melihat molornya RUU SDA itu karena sarat dengan kepentingan. “Kenapa harus berlarut-larut, karena di situ juga ada konteks kepentingan,”ungkapnya.
Sayangnya, saat ditanya siapa saja pihak-pihak yang berkepentingan di RUU SDA itu, Hendarmawan tidak bersedia membocorkannya.
“Saya hanya bisa menyebutkan, ini (RUU SDA) tidak bicara jujur demi water resources (sumber daya air),” ucapnya.
Kalau mau jujur di pembahasan RUU SDA ini, Hendarmawan meminta agar semua pihak yang terlibat dalam pembahasan RUU ini melepaskan dulu kepentingan kelompok atau pribadinya.
Setelah itu dilakukan, katanya, barulah berbicara tentang RUU SDA, sehinggasemua stakeholder terkait dengan air bersih itu bisa terlayani dengan baik.
Draft RUU SDA yang disusun berdasarkan inisiatif DPR ini terdiri atas 15 bab dan 78 pasal. Dari 604 daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam RUU tersebut yang dihimpun DPR, akhirnya bersama dengan Pemerintah hanya disepakati menjadi 362 DIM yang akan dibahas.
Setidaknya, ada enam garis besar arah pengelolaan dan ruang lingkup materi RUU SDA ini. Pertama, setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat. Kedua, negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia.
Ketiga, pengelolaan air harus mengingat kelestarian lingkungan hidup. Keempat, air merupakan salah satu cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, harus dalam pengawasan dan pengendalian air oleh negara secara mutlak.
Kelima, prioritas utama di dalam pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN atau BUMD. Keenam, apabila semua batasan tersebut telah terpenuhi, dan ternyata masih ada ketersediaan air, pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Seperti diketahui pembatalan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada 2015 silam oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK), berdampak terhadap ketiadaan payung hukum atas penguasaan dan pengelolaan Sumber Daya Air (SDA).
DPR mengambil inisiatif dengan menyusun draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Sumber Daya Air yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2018. Namun, hingga kini RUU SDA itu belum juga disahkan.Fah