Setelah melalui proses yang panjang sejak bulan Juni 2018, mulai dari penyaringan peserta juri baca hingga juri wawancara, maka terpilih lima ide cerita terbaik dari ajang Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2018. Kelima film tersebut berjudul ‘Pusenai The Last Dayak Basap’ – sutradara Fajaria Menur Wiowati, Menabur Benih di Lumpur Asmat – sutrdara Yosep Levi dan Bernard, Bioskop Kecil Harapan Besar – Sutradara Lukas Deni Setiawan dan Emmanuel Kurniawan, Menulis Mimpi di Atas Ombak – sutradara Lutfi Retno Wahyudyanti dan Damai Dalam Kardus – sutradara Andi Imli Utami Irwan dan Suleman Nur.
Dewan Juri yang terdiri dari Garin Nugroho (Ketua), Nia Dinata dan Supriyo Sen (anggota) mengumumkan 3 film dokumenter karya terbaik dan sebagai juara pertama film dokumenter berjudul ‘Damai Dalam Kardus’ dan berhak mendapatkan uang tunai sebesar 100 juta rupiah dan beasiswa S2.
“Alhamdulillah dengan kemenangan ini, tapi sebetulnya yang terpenting esensi film ini bisa dipahami orang, ”ujar salah satu sutradara film ‘Damai Dalam Kardus’ , Sulaeman Noor di CGV Grand Indonesia, Rabu (31/10).
Damai dalam Kardus’ berkisah tentang kerinduan seorang lelaki bernama Sulaeman (30 tahun) terhadap bapaknya, seorang tentara beragama Kristen. Ibu kandung Sulaeman sendiri beragama Islam, dan Sulaeman ikut agama ibunya. Kedua orangtua Sulaeman berpisah setelah terjadi konflik agama di Poso,
Untuk juara kedua film dokumenter berjudul ‘Menabur Benih di Lumpur Asmat’ dengan hadiah sebesar 60 juta rupiah, Juara 3 direbut oleh ‘Pusenai The Last Dayak Basap (PTLDB)’ dan berhak atas hadiah sebesar Rp40 juta.
“Dengan membawa tema besar “Menjadi Indonesia’ ajang Eagle Awards Documentary Competition (EADC) 2018 ini diharapkan ditemukan sineas – sineas muda film dokumenter yang mampu memunculkan sebuah program, ide serta gagasan audio visual mengenai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,”jelas Kioen Moe selaku Eksekutif Produser EADC.
Komjen Pol. Suhardi Alius menerangkan bahwa alasan BNPT untuk merangkul EADC agar pesan-pesan tentang kebangsaan dalam film-film peserta dapat dilihat lebih luas oleh masyarakat, khususnya generasi muda.
“Dijaman digital ini kalau kita tidak mempunyai sesuatu yang baik, kita akan tergilas oleh hal-hal yang membuat keindonesiaan kita terkoyak. Kami dengan EADC ini kesadaran bernegara dan nasionalisme anak-anak muda akan tumbuh,”terang Suhardi.
“Film-film dokumenter peserta EADC ini tidak bicara sesuatu yang besar, misalnya tentang politik, tapi bicara dengan narasi kecil. Namun karya-karya mereka telah menunjukkan kecintaan terhadap Indonesia yang begitu besar,”pungkas Garin Nugroho selaku juri.Fah